Perburuan ikan paus di Desa Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, NTT, sudah menjadi tradisi turun-temurun. Tradisi ini telah memperkenalkan penduduk di kaki Gunung Labalekan ini ke seluruh dunia.
Jika di daerah Kanada, Greenland, atau di sekitar kutub selatan ada tradisi berburu anjing laut dan penguin, maka di Indonesia ada tradisi yang lebih ekstrem lagi, yaitu tradisi berburu ikan paus. Tradisi ini hanya dilakukan oleh penduduk Desa Lamalera di Kabupaten Lembata. Tradisi ini telah berlangsung lama, sejak nenek moyang suku Lamalera menempati tanah Lomblen. Berbagai sumber menyebutkan tradisi ini sudah ada sejak abad ke-16.
Sebelum berburu paus di lautan lepas, para nelayan Lamalera berdoa bersama kepada Tuhan agar mereka berhasil dalam perburuan ikan paus. Dengan doa, ritual adat dan perlengkapan tradisional mereka mengarungi lautan untuk menaklukan “raksasa laut” itu. Para nelayan tradisional hanya dilengkapi satu-satunya senjata andalan berupa tombak yang dinamakan tempuling. Senjata tradisional ini berupa sebatang bambu panjang yang di salah satu ujungnya ditancap besi runcing. Dengan senjata itu mereka berusaha membunuh ikan paus, yang besar tubuhnya puluhan kali lebih besar dari tubuh manusia.
Betapa kekuatan sepotong besi mampu menaklukan ikan jenis ini. Karena itu tak heran arus kunjungan wisatawan ke sana dari tahun ke tahun terus meningkat. Tetapi terkadang para nelayan tradisional mengalami naas.
Ikan raksasa yang terluka menyeret perahunya para nelayan hingga perairan Australia atau sampai di Kupang, Ibukota Propinsi NTT. Ketika ikan itu sudah berhasil ditombaki –dimana ujung tombak yang lain diikat tali yang disambungkan ke perahu– para nelayan ini mengikuti saja pergerakan ikan sampai melemah. Tak berdaya. Di saat itu para nelayan menarik ikan ke pantai Lamalera.
Miris Memang melihat cara nelayan berburu,di samping mengorbankan nyawa juga mengancang kelangsungan ikan itu sendiri,.
0 comments:
Posting Komentar